Lionel Scaloni tidak mengubah taktik pragmatisnya, Ia tetap mengandalkan skema 4 4 1 1 kala Argentina berjumpa dengan Brasil di Final Copa America 2021. Sedangkan Brasil turun dengan 4 2 3 1, lebih kompleks dengan full back yang versatile , seperti Danilo dan Renan Lodi yang membantu serangan. Petaka bermula ketika Brasil kehilangan bola, Rodrigo de Paul sejatinya berniat membagi bola ke kiri melihat Lautaro Martinez yang bebas.
Tetapi, gelandang Udinese ini juga mengamati Fred dan Casemiro yang akan menutup celah Lautaro, bola kemudian diberikan ke kanan, kepada satu sosok pria kurus, Angel di Maria. Ia sekilas nampak offside kala menerima bola, namun Di Maria sukses menceploskan bola ke gawang Ederson, gol tunggal ini cukup membawa Argentina menjadi juara Copa America. Di Maria selalu berkorban untuk megabintang di timnya, mulai dari Cristiano Ronaldo di Real Madrid, Neymar di PSG dan tentu Lionel Messi di Argentina.
Pemain berusia 33 tahun ini memang merupakan pemain papan atas sejak hijrah dari Rosario Central ke Benfica, Ia nyaris memperkuat Arsenal andai Inggris tidak punya peraturan ketat untuk pemain non EU. "Argentina next superstar" adalah nama yang diberikan legenda Diego Maradona untuk sang pemain, pada tahun 2010, Real Madrid meminangnya dengan mahar 25 Juta Euro plus 11 Juta Euro sebagai insentif. Dan Angel Di Maria bukanlah sosok yang haus akan atensi, ia lebih nyaman memberikan asis dibanding mencetak gol.
Sejumlah prestasi ditorehkannya bersama Real Madrid, namun Cristiano Ronaldo dianggap sebagai tokoh utama bukan Di Maria. Namun, Di Maria tidak pernah keberatan dengan itu, ketika ia hengkang dari Benfica, ia dikritik tidak memiliki kemampuan defensif, akhirnya Di Maria mengubah cara bermainnya dengan memiliki kemampuan bertahan. Kemampuannya dalam bertahan meningkat bersama Real Madrid, namun namanya justru makin tenggelam di bawah Mesut Ozil, Luka Modric bahkan Xabi Alonso.
Ini tidak lepas dari performa lini serangan Real Madrid yang selalu diagung agungkan, bahkan Di Maria akhirnya dilepas demi satu penyerang lainnya, Gareth Bale. Yang ironis, bagaimana Di Maria nyaris menjadi alat barter antara Gareth Bale yang ke Real Madrid, dan Di Maria yang pindah ke London, kesepakatan urung terjadi setelah Ed Woodward menebus di Maria dengan 59 juta Euro. Di Maria bukanlah sosok tepat di bawah van Gaal, kala itu, etos kerjanya dalam membangun serangan kembali dipertanyakan.
Ia akhirnya hengkang ke PSG dengan mahar 44 Juta Euro, dan sekali lagi haru berkorban untuk nama besar lainnya, Neymar. Diantara Neymar Mbappe Di Maria, hanya Di Maria yang punya kemampuan bertahan, dan Di Maria kembali di bawah bayang bayang dua pemain bintang tersebut. Tapi Di Maria tidak keberatan dengan itu, Ia tetap memberikan asis dan permainan terbaiknya bersama Les Parisien.
Bergabung di Timnas Argentina, Di Maria juga harus memiliki beban untuk bertahan, dan sekali lagi kebintangannya tertutupi oleh penampilan Lionel Messi atau Sergio Aguero. Pahlawan di final, bagaimanapun, adalah Di Maria, momen yang pantas untuk pesepakbola sangat berbakat yang telah menghabiskan sebagian besar karirnya mengorbankan permainannya sendiri. Ia harus memberikan disiplin defensif untuk menutupi Messi di tingkat internasional, dan Cristiano Ronaldo dan Neymar di level klub untuk Real Madrid dan kemudian Paris Saint Germain.
Gol pertamanya untuk Argentina selama tiga tahun tidak mungkin datang pada waktu yang lebih baik.